Kamis, 09 Juni 2011
Museum Kebangkitan Nasional Saksi Pergerakan Budi Utomo
MUSEUM Kebangkitan Nasional yang kini masih berdiri kokoh di Jalan Dr Abdul Rahman Saleh No 26. Jakarta Pusat; menjadi saksi tumbuhnya rasa nasionalisme para pelajar Indonesia yang saat itu dikenal sebagai pribumi atau bumiputera.
Bangunan di atas lahan 14.000 meter persegi ini dulu bernama Gedung Slovla. Gedung inilah para pemuda terpelajar Indonesia men-di-rikan organisasi pergerakan nasional Budi Utomo tepatnya pada 20 Mei 1908. Oleh karenanya, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkltan Nasional."Gedung ini dari dulu asli seperti ini, tidak pernah ada yang diubah, tetapi hanya dirawat saja, seperti pengecatan gedung. Disinilah tonggak semangat kebangkitan bangsa mulai membara." kata RisUarU, bagian edukasi Museum Kebangkitan Bangsa, kepada Peliia. kemarin.
Pelopor Budi Utomo antara lain dr Sutomo. dr Cipto mangunkusumo, dr Wahidin Sudirohusodo, dan dr Setiabudi (Douwes Dekker). Kemunculan organisasi ini. dalam catatan sejarah, dianggap sebagai tonggak penting dalam proses terbentuknya kesadaran nasional untuk melawan penjajah Belanda.Di Ruang Pergerakan Na-sional, biasanya pengunjung agak berlama-lama karena di ruangan-ini ada dlo-rama yang menggambarkan perjalanan pergerakan nasional di Indonesia, mulai dari berdirinya Budi Utomo, Indische Partij. Muhammadiyah, dan organisasi pemuda lainnya.
Menurut Ristiarti, pengunjung rata-rata setiap bulan mencapai 1.000 orang mulai dari anak-anak.dewasa, hingga wisatawan luar negeri. Mulai bulan Mei ini. Museum menaikkan tiket masuk museum, untuk anak-anak yang semula Rp250 per orang menjadi Rp 1.000. dewasa naik menjadi Rp2.000 dari Rp750. "Untuk wisatawan tiketnya Rp 10.000." ujarnya.Gedung tua ini adalah bekas sekolah kedokteran yang didirikan oleh Belanda untuk orang-orang pribumi bernama Stovia (SchoolTot Oplelding Van lnlandsche Arsten) dan selesai dibangun pada tahun 1901.
Pada masa pendudukan Jepang di Tanah-Air tahun 1942, gedung eks Stovia ini difungsikan sebagai penjara bagi tentara Belanda yang menjadi tawanan perang. Pada tahun 1920 pendidikan Stovia dipindahkan ke Gedung baru, di Jalan Salemba No 6 yang sampai saat ini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, karena gedung lama tidak memenuhi syarat lagi untuk pendidikan kedokteran.Kemudian, tahun 1925 Gedung Stovia digunakan untuk pendidikan MULO (setingkatSMP), AMS (setingkat SMA), dan Sekolah Asisten Apoteker. Sekolah ini berlangsung sampai tahun 1942, karena sejak kedatangan tentara Jepang (1942-1945) gedung ini digunakan untuk tempat penampungan bekas tentara Belanda (sebagai tawanan perang).(dew)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar